Senin, 22 Desember 2008

Selamat hari Ibu?

Hari ini, seluruh masyarakat Indonesia merayakan apa yang disebut hari Ibu. Pemerintah memberikan penghargaan buat para ibu/wanita yang berprestasi atau memberikan sumbangan kebaikan bagi masyarakat/bangsa ini.

Dalam jejaring pertemanan di dunia maya pun, mengalir ucapan selamat hari ibu. Tadi pagi aku juga salah satu yang mengucapkan kata itu disana. Dua orang keponakan ku memasang foto mereka sambil memegang ucapan selamat disertai kata ”Love You”.

Sangat menyentuh.

Berlalu hari ini begitu saja, tanpa ada kesan yang spesial tentang hari ibu. Karena apa? Karena kurasa ini akhirnya Cuma menjadi perayaan seremonial belaka. Tapi ”Ruh” bagaimana mengapresiasi seorang ibu itu yang belum terasa. Memasakkan makanan kesukaannya? Memintanya libur satu hari ini dari rutinitas sehari-harinya? Membelikan kado? Apakah itu apresiasi yang tepat? Entahlah. Pasti masing-masing ibu/ orang/ keluarga punya nilai-nilai sendiri menyikapinya.

Namun malam ini, ketika aku sedang membuka Al Qur’an bersama ibuku (berniat membahas tentang Allah yang mengikuti prasangka hambanya). Ibuku bilang bahwa itu adalah hadist, namun aku ingat bahwa kakak Omei, Bang Mola, pernah menyitir satu ayat Al Qur’an yang maknanya sama seperti itu. Sementara catatan tentang itu terselip entah dimana, aku mencoba menghubungi Bang Mola melalui SMS, menanyakan ayat yang dimaksud. Surat 51 (Az-Zariyat) ayat 21-23, tak lama Bang Mola menjawab SMS itu. Kira-kita terjemahan bebasnya begini: ”Tidakkah kita memperhatikan bahwa rezeki dan semua yang dijanjikan Allah untuk kita pasti akan terjadi seperti apa yang kamu ucapkan” Jadi, begitu Allah berpesan kepada kita, umatNya, untuk yakin kepadanya. Atas semua yang akan terjadi. Baik kehidupan maupun rizki kita.

Termenung, seperti biasa, mencoba mencerna ayat ini untuk telaah diri sendiri.

”Kalau hari ini hari Ibu dan dikaitkan dengan ayat tadi, bagaimana ya?” gumamku.

Kadangkala terucap satu, dua, atau banyak kata-kata kita sebagai ibu kepada anak-anak yang tercinta. Kadang kala, ”Hati-hati ya Nak...” kadangkala, ”Jangan nak.....” kadangkala, ”Awas! Nanti kamu........”

Subhanallah. Berapa kali kita dalam sehari berkata-kata kepada anak kita, berapa yang dengan baik, berapa yang dengan nada mengancam? Semua itu menjadi doa orang tua untuk anaknya! Malaikat akan ikut meng amin kan!

Betapa berat memang menjadi orang tua. Bukan sekedar dititipkan amanah tapi juga akan dimintakan pertanggung jawaban kelak.

Karena apa yang kita katakan pada anak bisa membentuk pribadinya kelak. Sebegitu dasyat efeknya.

Bayangkan kalau yang diucapkan,

”Kemana aja mata kamu?!” atau

Dasar anak setan!”

Subhanallah.

Akhirnya, kuakhiri dengan ucapan Selamat Hari Ibu. Sesungguhnya begitu berat menjadi seorang ibu. Anak itu adalah titipan amanah yang juga bisa menjadi ujian buat ibu.

Sabtu, 20 Desember 2008

Menyelenggarakan Pernikahan seseorang...

Menyenangkan bisa terlibat dalam acara pernikahan seseorang. Dari mulai persiapan, sampai acara berlangsung. Serasa aku yang jadi pengantin lagi..he he he..

Apalagi saat akad nikah berlangsung. Selain bisa melihat jalan nya akad nikah dari dekat, (coba aja bayangin, orang-orang terpilihlah, maksudnya kan ortu, nenek, kakek, nah kita juga bisa berada diposisi terdepan), ditambah lagi, ini yang penting.. Bisa ikut terlibat dari suatu rangkaian Ibadah seseorang. Iya kan, menikah itu ibadah. Nah, Insya Allah yang kita lakukan juga bisa jadi Ibadah kita ya..

Apalagi sebagai MC atau pembaca Al Qur'an dan saritilawah. Kalau feel nya dapet, bisa bikin undangan, keluarga semua menjadi lebih khidmat. Hingga kesakralan akad nikah dapat terjaga.
Kemarin, aku diberi kesempatan menjadi MC akad nikah. Wuih.. pengalaman dasyat. Dan membuatku jadi ketagihan.
Berharap agar ada kesempatan lainnya.



Selasa, 16 Desember 2008

Siapa kita sebenarnya?

Begini ceritanya. Aku punya teman lama, saat kita masih sekolah dulu. Kami satu angkatan namun berbeda kelas awalnya, setelah penjurusan, kami menjadi satu kelas. Entah ini menjadi suatu kelebihan ataupun justru menjadi peringatan untukku, aku senang mengamati tingkah laku orang. Bakat ini aku asah dari kecil. Karenanya sebenarnya cita-citaku harusnya menjadi pengamat sosial ya.. Sosiolog lah seperti Imam Prasojo.. ceile...

Nah, salah satu yang aku perhatikan adalah temanku ini. Sebut saja N. Dia ini sangat-sangatlah aktif, ikut diberbagai kegiatan siswa, menjadi panitia ini dan itu. Tidak terlalu menyita perhatianku, sampai kami terlibat dalam satu kepanitiaann penyambutan siswa baru. Ternyata N ini sedikit mengganggu dengan gaya dan celetukannya, mungkin dengan maksud hanya bercanda, tapi setiap saat pasti dia ikut ”menyela” teman yang lain dan menganggap bahwa ”celaannya” itu lucu. Begitu selalu. Dan memang beberapa teman menganggap bahwa sikapnya itu lama-kelamaan menjadi menyebalkan. Tapi dilain pihak mereka juga tidak ambil pusing untuk bisa memberi pikiran dan nasehat baik agar N tidak begitu.

Singkat cerita, kami sama-sama lulus dan tidak pernah bertemu atau berkomunikasi lagi. Sampai beberapa waktu yang lalu, dalam jejaring pertemanan di Internet saya bisa berkomunikasi dengan teman-teman lama kembali. Sampai suatu ketika, ada seorang teman yang ditimpa musibah, dan menceritakannya di Internet, justru N lah yang bisa memberikan kata-kata bijaksana. Tercenung sedikit aku. Banyak yang berubah sepertinya dari N ini. Begitulah, setiap ada teman yang berbagi, si N ini akan memberikan kata-kata positif.

Dalam suatu kesempatan, kutanyakan keherananku atas perubahan sikapnya. Dan dia menyebut satu tempat dan satu waktu yang membuat dia mengalami ”turning point”. Aku belum sempat bertanya lebih lanjut bagaimana prosesnya, takut juga dia tidak ingin berbagi.

Sampai dia membuat suatu cacatan kecil, yang intinya, bagaimana seseorang itu diciptakan, tergantung siapa penciptanya, yang nota bene adalah Allah. Manusia tidak berhak menilai seseorang. Karena hanya sang Penciptalah yang tahu akan seperti apa mahluk ciptaannya.

Mengusik betul catatan kecil itu. Ya memang hanya Allah lah yang tahu seperti apa hati hambanya, mahluk ciptaannya. Tapi Allah juga yang meminta kita untuk menyebar di muka bumi untuk bertakwa dan membawa kebaikan bagi sesama. Setiap permulaan manusia yang diciptakan, pasti fitrah dan bersih. Tapi bagaimana kita mengisi hari-hari di dunia itulah yang akan dimintai pertanggungan jawab kelak. Rabbana tangan kami, Rabbana kaki kami, Rabbana mulut kami, mata kami, telinga kami, mata hati kami. Kemana kaki ini melangkah, tangan ini bergerak, mata ini melihat, telinga ini apakah untuk kebaikan? Itulah Allah menciptakan hidayah. Setiap manusia di bumi pada akhirnya memang mencari-cari nilai yang paling hakiki dalam hidup yaitu Ridha Illahi. Dan Hidayah itu harus dicari, bukan hanya menunggu. Jadi bukan menunggu saja hingga Allah itu memberikan Hidayah pada kita, dan kalau tidak diberi maka' kita pasrah aja. Harus ada ikhtiar dari kita.

Dan itulah kehebatan Allah, dia bisa membuat hidup manusia menjadi lebih baik dari proses yang ”lembut” mencari jati diri itu. Tahun Baru Hijriah harusnya bisa menjadi momentum kita untuk menjadi lebih baik. Hijrah menuju kebaikan.

Dan, Insya Allah, temanku, N, sudah menemukannya.

Mohon maaf lahir bathin

Jumat, 12 Desember 2008

Tetap bersyukur


Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada Yang Kuasa
Cinta kita di dunia...
Selamanya...

Ini syair paling dasyat yang pernah aku inget

Apakah kita berhala masa kini?

Sahabat, masih ingatkah kita pada kisah Nabi Ibrahim AS? Beliau melakukan suatu pekerjaan yang sangat dasyat dimasa itu. Dengan berbekal palu besar, Beliau menghancurkan semua patung-patung di dalam areal Ka’bah. Patung-patung itu adalah Tuhan bagi kaum Musyrikin. Namun berhala untuk Nabi Ibrahim. Ibahim memperkenalkan agama Tauhid. Tiada Tuhan selain Allah.

Terperangah, tidak percaya bahkan marah adalah reaksi dari kaum Musyrikin saat itu. Tapi Ibrahim tidak gentar. Dia tahu hanya Allahlah yang patut disembah. Hanya Allahlah yang patut dicintai. Bukan berhala itu,

Sekarang, sahabat, dimasa sekarang. Setelah berabad lamanya. Masih adakah berhala disekitar kita? Itu yang selalu diingatkan pada kita.. ’jangan cinta jabatan, terlalu mencintai harta, mencari pujian dari manusia’.

Tapi sebetulnya, ada juga yang harus kita tahu, mungkin tidak kita sadari selama ini. Justru kitalah yang ingin dicintai. Ingin sekali dituruti, ingin sekali disegala-galakan oleh teman, keluarga, istri suami sampai anak kita.

Kita sangat ingin diistimewakan!

” Pokoknya, aku maunya.........”

” Pilih aku atau ...........................”

” Kalau sayang sama aku, turuti apa yang kumau...................”

Kita marah kalau sedikit saja tidak diperhatikan. Subhanallah.....

Kalau begitu apa bedanya kita dengan berhala? Kita yang justru meminta manusia untuk mencintai kita. Bukan mengajak manusia mencintai Allah.

Coba kita renungkan sejenak, dua jenak. Membutuhkan pemikiran dan perenungan lebih jauh tentunya. Belajar mencintai Allah dan tidak memaksa untuk terlalu dicintai manusia. Karena cinta Allah lah yang kekal adanya.

Sahabat, memasuki tahun baru Hijriah. Yuk kita menjadi manusia yang lebih baik.

(Nov. 2008. Saat aku tersadar bahwa aku juga manusia, yang tiada sempurna)

Adakah sahabat yang akan ikut berbagi??

Kenalkan, keluargaku....

keluargaku bisa dibilang keluarga yang dijadikan semboyan KB jaman dulu. Dua anak cukup. Laki-laki atau perempuan, sama saja. Suami satu orang... hehehe tentu saja. Kami percampuran dari 2 daerah berbeda. Suamiku asli orang Jakarta, sementara nenek moyangku seorang pelaut... oh bukan, bukan... keluarga intiku dahulu berasal dari Sumatra Barat.

Percampuran 2 budaya ini menimbulkan dinamika sendiri. Saat kami menikah, suasana walimah sangat-sangat seru. Prosesi masuknya penganten diawali dengan ledakan petasan 4 meter!! Para penerima tamu ditemani oleh ondel-ondel dengan namaku dan nama suami. Meizar.

Kini, kami, alhamdulillah dikaruniai 2 orang anak perempuan. Siti Farah Aqila dan Siti Noor Khadijah. 8 dan 4 tahun. Begitu cepat mereka menjadi besar. Sekarang, mereka sudah bisa menjadi fashion stylish buat diri mereka sendiri. Mereka punya hak untuk memakai baju yang mereka suka. Mau motifnya tabrakan pun asal mereka nyaman, akan dikenakan dengan Pede abiiisss... tapi pastinya Insya Allah masih masuk kategori gak keliatan ketek dan tetap bercelana panjang walaupun diluarnya memakai rok.

Nah, di blog ini, selanjutnya kan kubagi cerita-cerita tentang mereka. Juga pengalamanku dan suamiku tentunya.

Mariii......

Dan aku bingung..

Dan aku kembali bingung, begitu banyak, berlompat-lompatan segala ide, gagasan yang akan kutulis. Semua mendadak diam. Otak menjadi kosong. Tangan pun ikutan juga, diam. Apa yang harus kutulis???
Kemudian......
Tenang. Menarik nafas.
OK.
Aku sholat maghrib dulu. Nanti malam akan kutuliskan cerita pertamaku.

Salam

Yang pertama

Inilah dia...

Setelah beberapa lama berpikir. Akhirnya aku siap untuk memulai hari-hari berbagi bersama Anda, sahabat semua.

Dengan senang hati aku ingin Anda bisa berbagi komentar, disini.

Terima kasih.