Selasa, 13 Januari 2009

NEGATIF

Setiap minggu, dikoran Kompas edisi Minggu (saya Cuma langganan Kompas dihari Minggu), tidak setiap saat, tapi lumayan sering, rubrik yang kubaca adalah PARODI yang ditulis oleh Samuel Mulia. Aku kenal dengannya dari seorang kakakku, tidak terlalu sering bertukar kabar (malah bisa dibilang hanya satu kali sampai saat ini), tapi aku menjadi salah satu dari jutaan temannya di Facebook.

Nah hari Minggu kemarin (11 Januari 2009) ia menuliskan artikel yang menurut saya ‘luar biasa memberi pencerahan’, kira-kira begini (beberapa paragraf saya kutipkan)

“….. tahun 2009 baru dijalani beberapa minggu, masih ada lima puluh sekian minggu masih tersisa. Saya berpikir akan ada berapa banyak lagi hal negatif yang akan menyesakkan dada, diluar tsunami ekonomi yang sudah menyesakkan dada sejuta umat lainnya. Saya tak mau bercerita soal yang melegakan dada karena itu tak mendatangkan kekhawatiran. Justru hal negatif yang perlu dibahas. Kemudian saya mengajukan pertama pada diri saya. Apakah negatif itu? Mengapa itu menakutkan? Apa negatif itu ada? Saya berpikir lebih keras lagi. Ternyata negatif itu ada. Dan ia ada karena saya, gara-gara saya. Sayalah yang menciptakan negatif itu, deg-degan itu, dan kekhawatiran itu. Sekarang saya mengerti mengapa istilah itu ada didunia ini. Tentu saja, karena yang membuatnya saya, manusia duniawi. Jadi negatif itu ada karena diciptakan….”

Nah, saya membaca itu jadi teringat cerita suami saya, Ayah Omei, yang bertafakur di Padang Arafah kemarin dan yang ia ucapkan adalah “Maaf kan aku sudah zalim pada keluargaku, diriku sendiri..” Masih meraba-raba maksudnya apa. Tapi begitu membaca artikel Mas Sam kok langsung nyambung ya… Bahwa manusia itu dibuat sebaik-baik mahluk ciptaan oleh Allah Qur’an Surat At-Tin (95) ayat 4

“ Sungguh Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”

Nah kalau kita sudah diciptakan sedemikian sempurna, kok bisa ada ‘negatif’ menelusup ke hati kita ya..? Kupikir-pikir lagi, Tuhan itu Maha Penyayang kok, nggak mungkin Dia mau menjerumuskan kita. Nah kalau kita yang akhirnya menjadi terjerumus, itu kan efek dari kita sendiri ya…

Sampai di Jakarta, Omei menyebut doa yang ia sebutkan itu, ternyata itu doa Nabi Yunus AS saat ditelan oleh ikan paus saat ia meninggalkan tugasnya menyebarkan agama Allah pada kaumnya. Qur'an Surat Al Anbiya (21):87

Kalau tidak salah Opick juga pernah membawakan ayat ini..

” .....Laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu minazzalimiin ”

....Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, Sungguh aku adalah termasuk orang-orang yang zalim”

Trus gimana dong, jelas-jelas kita berarti mencelakakan diri kita sendiri. Makan yang seharusnya tidak dimakan, minum yang seharusnya tidak diminum, berucap yang seharusnya tidak perlu diucapkan, dan lain-lain dan lain-lain. Tapi kita acapkali juga berdiri dibelakang tameng besar yang bernama ’manusiawi’. ”Itu kan manusiawi” kita berdalih. Itu dalih atau pembelaan dari kekurangan yang kita juga tau bahwa ini efek dari sesuatu yang kita perbuat.

Minta maaf, mohon ampun, sat sudah diujung jurang, kemudian diulang lagi dengan alasan manusiawi...

Atau dengan enteng kita bilang ”abiasan setannya nggodain terus” Wah digoda setan kok nurut. Namanya aja penggoda, ya emang tugasnya begitu. Kalau kitanya ’lempeng aja’ kan dia nyari yang lain buat digodain.

Ih aneh ya. Sungguh aneh. Kalau Ibu I’a bilang gini ”Kita yang pegang remote controlnya. Nah siaran apa yang mau kita pilih. Sinetron, Animal Planet, atau update gosip selebritis?” hehehe.. yang enak itu ya chanel gossip ya... kan manusiawi, pingin tau urusan orang...

Astagfirullah. Betul. Kita ini memang orang zalim. Zalim pada diri sendiri.

(maaf kalau penulisan Surat Al Anbiya yang dilatinkan terdapat kesalahan ejaan)

Senin, 12 Januari 2009

Ujian

Jikalau kesusahan adalah hujan, dan kesenangan adalah matahari, maka kita butuh keduanya agar bisa melihat pelangi.

Indah ya. Kalimat bijak itu aku dapatkan dari Ustd. Yusuf Mansur.

Betapa kita akan selalu diberi cobaan, agar kita dapat memperoleh kesenangan. Tapi kan juga gak mudah melewati cobaan itu. Teorinya memang harus sabar dan tawakal. Tapi prakteknya kan gak semudah mengucapkannya.

Kupikir-pikir, saat aku memutuskan berkerudung, ada seorang bibiku yang bilang bahwa aku akan dicoba, dengan cobaan yang tidak pernah aku pikirkan sebelumnya. Biasanya kalau anak gadis memutuskan berkerudung berarti ia siap untuk tidak membuka auratnya kecuali pada pendamping hidupnya kelak. Dan itu memang bukan yang kutakuti. Cobaanku waktu itu justru tentangan dari keluarga besar (bukan keluarga intiku). Mereka berkomentar yang memang membuat aku harus banyak bersabar dan berserah.

” Nggak pantes”

Atau ” Jadi suram, kalau tertutup semua”

Atau ” Nanti susah dapat pasangan”

Atau ” Kulitmu sudah hitam, pake jilbab jadi makin kumuh”

Sudahlah, panjang dan lebar komentar seperti itu.

Pun disaat aku kini mempunyai satu keluarga yang kuimpikan. Cobaan itu bisa datang dari anakku yang balita dengan komentar dan tingkahnya yang kadang membuatku sedikit banyak menarik nafas panjaaang. Bisa juga dari pasanganku saat kami sedang diskusi dan berjalan menjadi alot. Persoalan yang sebenarnya remeh temeh tapi bisa menjadi besaaar.

Tapi kalau aku sedang terdiam, Aku ingat satu ayat Al Qur’an Surat 29 ayat 2, ” Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ’Kami telah beriman’ dan mereka tidak diuji?.

Ayat 3, ” Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”

Atau Surat Al baqarah ayat 155

“ Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira pada orang-orang yang sabar”

Atau Surat AT Tagabun (64) ayat 15

“ Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) dan disisi Allah pahala yang besar”

Jadi, dengan berlatih dan terus berlatih untuk bersabar, meyakinkan Allah bahwa kita memang patut ‘diperhitungkan’ menjadi golongan orang-orang yang dicintainya.

Tidak mudah pasti, Insya Allah (pastinya juga dengan pertolongan Allah), kita ingin melihat pelangi yang indah dalam hidup kita ini.

Amiin.