Kamis, 04 Juni 2009

Suamiku Hipertiroid

Suamiku tersayang, setelah pulang dari berhaji terasa begitu banyak perubahan. Dari fisik, ia sekarang menjadi semakin kurus. Lebih pendiam. Dan dari wajahnya lebih banyak yang tampak ia pikirkan.

Berjalan waktu, tak terasa sudah hampir 3 bulan ia pulang. Perubahan itu semakin terasa saja. Dari emosi juga menjadi lebih ‘peka’. Ingin lebih diperhatikan dan disayang. Itu memang kewajiban seorang istri yang juga menjadi pasangan hidupnya kan??
Sampai terasa di bulan 4 ia mengutarakan kalau aku rasanya semakin ’jauh’ darinya. Tercenung aku mendengarnya. Apa yang terjadi diantara kita? Benarkah kita semakin menjauh? Tapi rasanya di hati ini sama sekali tidak ada rasa jauh itu. Dari kesibukan, ku akui mmg aku menjadi lebih sibuk. Tapi kesibukan itu membuat Omei merasa aku jauh sekali darinya.

Kita mencoba bicara, bicara atas nama cinta. Bukan bicara atas nama menang atau kalah, puas atau tidak puas. Tapi semua untuk kebaikan semua.
Pembicaraan yang diakhiri dengan pelukan yang tulus dan terasa bahwa kami memang saling menyayangi.

Kupikir setelah pembicaraan itu, emosinya akan lebih baik, berat badannya juga akan bertambah lagi (sejujurnya aku suka saat Omei gemuk...). Tapi ini tidak terjadi. Berat badannya terus menurun, matanya mulai cekung. Senyumnya sumbang rasanya, walau maksudnya tidak ingin begitu. Semakin aku mendekat padanya. Kupandangi ia kalau sedang tidur, kubelai wajahnyanya, kadang dengan air mata . Terasa bahwa ini adalah saat janji suci pernikahan itu diuji, susah dan senang dilalui bersama.

Dan masuk bulan kelima, saat usia pernikahan kami masuk 9 tahun, Diatas janji akan lebih baik lagi. Omei malah sakit. Ia buang air besar terus, cair. Satu hari bisa lebih dari 5 kali. Nafsu makannya berkurang. Kurayu ia untuk memikirkan makanan yang enak yang paling ia suka untuk membangkitkan seleranya, dan sudah ia sebut dan kita kunjungi tempat itu. Tapi Cuma satu dua suap, sehabis itu ia merasa tidak selera kembali.

Semua orang yang kenal dengan Omei menyatakan keprihatinannya. Dua minggu lebih buang air itu terus berlangsung. Bukan tidak kedokter, tapi tetap tidak ada perubahan. Sampai bapak2 ojek langganan kami yang juga prihatin datang kerumah dan membawa daun jambu biji yang memang berkhasiat memampatkan. Dan itu membuat omei dan aku terharu. Betapa banyak orang yang memperhatikan dan menyayangi kami. Kakak-kakak semua, tetangga juga ikut prihatin.

Sampai minggu lalu, aku berniat membawa Omei check up ke Internist dan memeriksa urin, faeces, dan darahnya ke Laboratorium. Omei juga semangat untuk berobat.
Sebelum ke Internist, Omei paginya sudah cek Lab. Dan dapat hasilnya. Gulanya memang sedikit tinggi. Apakah karena itu berat badannya turun terus? Berbagai pertanyaan melintas di kepala.

Sorenya aku dan Omei pergi juga ke Internist. Dokter Sumaryono. Dia adalah dokter yang merawat ibuku. Aku merasa ia dokter yang bisa kupercaya, bukan dokter yang semata-mata jualan obat dan peralatan rumah sakit.

Pasien No. 4. Sebelum masuk, Tensi Omei diukur, dan hasilnya 150/90. Tinggi. Tapi memang dari dulu tensinya tinggi. Kami pikir karena di keluarga memang ada turunan darah tinggi. Sampai diruang dokter. Baru duduk. Dokter sudah minta Omei untuk tengadah. Baru ia bertanya ada keluhan apa.
”Saya buang air sudah lebih dari 2 minggu, dok”
”Berat badan turun terus, drastis?” dokter bertanya
”Iya dok” aku kali ini yang menjawab.
”Ok. Secara kasat mata saya bisa bilang ini hipertiroid. Makanya tadi saya minta tengadah. Coba tengannya didepan, dua-duanya” Dokter cepat menjawab.
Omei menurut dan memajukan tangannya. Sedikit gemetar. Dokter kemudian meminta Omei untuk ke tempat tidur. Diperiksa lagi tensinya, jantung yang berdebar sangat cepat juga ia rasakan. Sering berkeringat. Omei memang sering berkeringat. Kupikir tadinya karena ia gemuk jadi mudah berkeringat, tapi setelah kurus ini baru kusadari kok tetap berkeringat juga ya...

Walaupun harus cek Lab dulu, tapi dari semua gejala ia yakin Omei hampir pasti, 99% Omei mengidap hipertiroid. Aku dan Omei, cuma bisa bengong? Apa itu Hipertiroid? Ternyata ia adalah penyakit yang membuat tubuh bekerja terus menerus. Hormon tiroid harusnya dikeluarkan setelah otak menyuruhnya untuk bekerja. Tapi Hormon ini malah terus bekerja walaupun tidak disuruh oleh otak. Istilahnya berkhianat. Makanya Omei berkeringat terus, buang air terus, walaupun makan banyak tidak akan menambah berat badan, jantung yang kencang dan tensi yang tinggi. Mungkin ini juga jadi berpengaruh terhadap emosinya ya?

Dokter memberikan surat pengantar untuk Lab. Mengecek jantung, paru dan kadar FT4 dan TSHs nya. Karena di Rumah Sakit itu hasilnya agak sedikit lama, maka dokter justru menyarankan untuk ke Laboratorium lainya, yang bisa dalam sehari keluar hasilnya. Sementara itu, Omei diberikan obat untuk mengontrol kadar tiroidnya.

Subhanallah. Ujian ini begitu tak terbayangkan. Ujian ke ikhlasan, ujian untuk kami bisa lebih dekat pada Allah. Sekarang, setiap sholat aku jadikan sebagai wujud rasa syukur atas apa yang Allah sudah berikan pada kui. Bagaimana tidak bersyukur? Ternyata aku, tahu bahwa aku diberi amanah yang tidak main-main untuk menjaga keluarga ini. Bahwa ternyata kami diperhatikan dan disayang banyak orang. Bahwa dengan tahunya penyakit ini, ternyata apa-apa yang Omei alami selama ini terjawab bahwa itu memang ada sebabnya. Dan Insya Allah ada obatnya.

Mohon doanya ya...

2 komentar:

  1. alhamdulillah,hanya Dia yg bisa menjawab semua pertanyaan persoalan hidup kita,betapapun sulitnya.maka tambah mendekatlah,krn nikmat apa lagi yg dia berikan terus??! semoga kesabaran dan keihlasan bersama kita smua. amin. salut buat kalian my lovely sist bro.

    BalasHapus
  2. Tidak ada yang mustahil bagi DIA...Semoga ayah omei tetap semangat dan sabar dalam berikhtiar. Dan semoga ibu andam selalu sabar dan ikhlas menemani,merawat serta menjaga suami tercinta.LOVE U

    BalasHapus